1.
Identitas Buku:
a.
Judul Buku : Pengantar Ilmu Hukum
Tata Negara
b.
Penulis : Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H.
c.
Penerbit : Rajawali Pers
d.
Tahun Terbit : Cetakan Kelima, 2009
e.
Tebal : 463 halaman., 23 cm.
f.
Harga Buku : IDR 124K
1.
Ikhtisar/Rangkuman:
Dalam
buku “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” karya Prof.Dr. Jimly Asshiddiq, S.H.
Perkembangan ketatanegaraan Indonesia sendiri sesudah terjadinya reformasi
nasional sejak 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Perubahan UUD 1945
secara sangat mendasar sebanyak empat kali, yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan
2002, telah mengubah secara mendasar pula cetak biru (blue-print) ketatanegaraan
Indonesia dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukannya banyak sumber
buku yang dapat menggambarkan perspektif – perspektif baru itu, tidak saja di
dunia teori, tetapi juga dibidang hukum positif yang sekarang berlaku.
Hukum
tata negara meluas dari sempitnya orientasi selama ini yang hanya bersifat
internal ke arah orientasi eksternal sehingga ilmu hukum tata negara di samping
harus dipelajari sebagai bidang ilmu hukum tata negara positif, juga harus
dipelajari sebagai bidang ilmu hukum tata negara hukum. Hukum tata
negarapositif hanya berkisar kepada norma-norma hukum dasar yang berlaku disatu
negara, sedangkan hukum tata negara umum mempelajari juga fenomena hukum tata
negara pada umumnya. Hukum tata negara psitif hanya mempelajari hukum yang
berlaku di indonesia saja dewasa ini. Namun, hukum tata negara umum mempelajari
gejala-gejala ilmiah hukum tata negara pada umumnya.
Oleh
karena itu, buku ini diberi judul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara”. Dari
judul ini dapat diketahui bahwa buku ini hanyalah merupakan pengantar untuk
pengkajian yang lebih mendalam mengenai ilmu hukum tata negara. Dalam judul ini
juga tergambar bahwa isi buku ini merupakan pengantar terhadap kajian ilmu
hukum tata negara yang bersifat umu, yang tidak hanya terbatas kepada hukum
tata negara positif, dalam arti hukum tata negara Indonesia yang dewasa ini
sedang berlaku. Oleh karena itu lingkup pembahasannya dalam buku ini bersifat
mengantar studi yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek hukum sebagai
bidang ilmu pengetahuan hukum. Di dalamnya dapat saja tercangkup pula
aspek-aspek hukum tata negara positif yang berlaku di indonesia, tetapi hal itu
bukanlah menjadi muatan utama. Dalam pembahasan buku ini juga tidak dilakukan
semata-mata secara normatif ataupun menurut peraturan hukum positif, melainkan
melalui deskriptif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendeskripsian
pendapat ahli mengenai persoalan yang dibahas dengan contoh-contoh yang
dipraktikkan diberbagai negara. Baru setelah itu, pembahasan dikaitkan pula
dengan pengalaman praktik ketatanegaraan di Indonesia.
Negara
merupakan kehidupan umat manusia disepanjang sejarah umat manusia. Konsep
negara berkembang mulai dari bentuknya yang paling sederhana sampai ke yang
paling kompleks di zaman sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama
dalam masyarakat, negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian
bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia. Secara sederhana, oleh para sarjana sering
diuraikan adanya empat unsur pokok dalam setiap negara, yaitu : 1. a definite territory; 2. Population; 3. a
goverment; dan 4. Sovereignty.
Apabila perkumpulan orang masyarakat itu
diorganisasikan untuk menvcapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu,
maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara politik dan disebut
body politic atau negara (state) sebagai a politically organize. Negara sebagai body politic itu oleh organisasi negara itu. Ilmu politik melihat
negara sebagai a political society dengan
memusatkan perhatian pada dua bidang kajian yaitu teori politik dan organisasi
politik.ilmu politik sebagai bagian dari realitas politik.
Ilmu
politik lebih engutamakan dinamikan yang terjadi dalam masyarakat daripada
norma-norma yang tertuang dalam konstitusi negara. Dalam studi ilmu hukum tata
negara (the study of the constitusion atau
constitusional law), yang lebih
diutamakan justru adalah norma hukum konstitusi yang biasanya tertuang dalam
naskah undang-undang dasar.Disitulah letak perbedaan mendasar antara ilmu hukum
tata negara dengan ilmu politik.
Ilmu Hukum Tata Negara merupakan salah satu
cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks
kenegaraan. Dalam bahasa perancis, hukum tata negara disebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa
inngris disebut Constitutional Law. Istilah
hukum tata negara sebagai ilmu (constitutional
Law) adalah Verfassunglehre atau
teori konstitusi. Verfassunglehre inilah
yang nantinya akan menjadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht, terutama mengenai hukum tata negara dalam arti
positif, yaitu hukum tata negara Indonesia. Dalam bahasa inggris Constitutional Law biasa diterjemahkan
sebagai “Hukum Konstitusi”.
Dari
catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan erat dengan
pengertian kita sekaraang tentang konstitusi, yaitu dalam perkataan Yunani Kuno
politeia dan perkataaan bahasa Latin constitutio yang juga berkaitan dengan
kata jus.dalam kedua perkataan Politeia dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitusionalismediekspresikan
oleh umat manusia beserta hubungan diantara kedua istilah dalam sejarah. Dari
kedua istilah itu, kata politeia dari
kebudayaan Yunani dapat disebut yang paling tua usianya. Dalam Nomoi,
Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang
didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tentang hukum ini
semakin tegas ketika didukung oleh muridnya, Aristoteles yang menuliskannya
dalam buku Politica. Plato
mengemukakan konsep Nomoi yang dapat dianggap sebagai cikal bakal
pemikiran tentang negara hukum. Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang
dikaitkannya dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada
“polis”. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia,
melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya
suatu hukum. Dalam negara yang seperti ini, keadilanlah yang memerintah dan
harus terjelma didalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap apa
yang sebenarnya berhak ia terima. Negara memiliki instrumen hukum (law instrument) sebagai pengatur juga
sebagai perekayasa sosial.dan kewajiban inilah yang menyebabkan negara harus
memberi hukuman (punishment) kepada
mereka yang melanggar instrumen negara. Inilah yang menjadi salah satu ciri
terpenting dari negara hukum.
Salah
satu sumbangan penting Filosof Romawi, terutama setelah Cicero mengembangkan
karya “De Re Publica” dan “De Legibus”, adalah pemikiran tentang hukum yang
berbeda sama sekali dengan tradisi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh para
filsof Yunani. Disamping itu, para filsof Romawi jugalah yang secara tegas
membedakan dan memisahkan antara pengertian hukum publik (jus publicum) dan hukum privat (jus
privatum), semua hal baru yang belum dikembangkan sebelumnya oleh para
filosof Yunani. Bahkan, perkataan jus
dalam bahasa Latin sendiri pun tidak dikenal padananya dalam bahasa Yunani Kuno
seperti yang sudah dijelaskan di atas. Biasanya keduanya dibedakan dari sudut
kepentingan yang dipertahankan.
Pada
masa-masa selanjutnya, ketika bangsa Eropa berada pada keadaan kegelapan yang
biasa disebut sebagai abad-abad pertengahan, tidak banyak hal yang dapat
diuraikan sebagai inovasi dan perkembangan yang penting dalam hal ini. Namun,
bersamaan dengan masa-masa suram di Eropa selama abad-abad pertengahan itu, di
Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru dilingkungan penganut
ajaran islam. Salah satunya adalah penyusunan dan penandatanganan persetujuan
atau perjanjian bersama diantara kelompok-kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama-sama
membangun struktur kehidupan yang bersama di kemudian hari berkembang menjadi kehidupan
kenegaraan dalam pengertian modern sekarang. Naskah persetujuan itulah yang
kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah.
Sementara
itu, pada saat itu, peradaban bangsa eropa sendiri dihinggapi oleh masa-masa
kegelapan. Meskipun demikian, bangasa Eropa di kemudian hari juga tercatat
mengembangkan hal-hal baru dalam kehidupan kenegaraan. Misalnya, di Eropa pada
masa itu berkembang suatu aliran yang disebut monarchomachen, yaitu aliran yang dibenci kekuasaan raja yang
mutlak.
Semua
konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian karena kekuasaan
itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap sebagai corak umum
materi konstitusi. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang
mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang
dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat,
maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu
konstitusi. Untuk itu, dilingkungan negara-negara demokrasi liberal, rayatlah
yang menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Konstitusi
bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif
biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Oleh
karena itu, dikembangkannya pengertian constituent
power berkaitan dengan pengertian
hierarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi
merupakan hukum yang paling tinggi serta yang paling fundamental sifatnya
karena konstitusi merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi
bentuk-bentuk hukum atauu peraturan perundang-undangan lainnya.
Namun
demikian dalam beberapa literatur hukum tata negara, arti konstitusi itu
kadang-kadang dirumuskan sebagai perspektif mengenai konsepsi konstitusi yang
dibedakan dari arti perkataan konstitusi itu sendiri. Akan tetapi, yang akan
diuraikan disini adalah perspektif mengenai konsepsi tentang konstitusi yang
biasa sering disebut sebagai konstitusi dalam arti-arti tertentu.
Menurut
pandangan Carl Schmitt (Verfassunglehre), dalam bukunya, konstitusi pada pokoknya dapat dipahami sebagai
sekumpulan norma hukum dasar yang terbentuk dari pengaruh-pengaruh antar
berbagai faktor kekuasaan yang nyata (de
reele machtsfactoren) dalam suatu negara. Didalam pengertian pertama ini,
konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencangkup
semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada di dalam negara.
Konstitusi pada pokoknya dapat juga dilihat sebagai vorm atau bentuk dalam arti ia mengandung ide tentang bentuk
negara, yaitu bentuk yang melahirkan bentuk yang lainnyaatau vorm de vormen, forma formarum. Bentuk
negara yang dimaksud adalah negara dengan arti keseluruhannya (sein ganzheit), yang dapat berbentuk demokrasi yang bersendikan identitas atau
berbentuk monarki yang bersendikan representasi.
Asas
bentuk negara (principe van staatsvorm) mencangkup
prinsip kesamaan atau identiteit dan representatie. Identiteit merupakan asas-asas yang berhubungan
dengan bentuk demokrasi, dimana bagi rakyat yang memerintah dan yang diperintah
berlaku prinsip persamaan identitas atau identik satu sama lain. Sedangkan representatie atau perwakilan merupakan
asas yang berhubungan dengan prinsip bahwa yang memerintah dipanddang sebagai
wakil dari rakyat (representant van het
volk).
Nilai
konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam
suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. jika antara norma yang terdapat dalam
konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi
oleh subyek hukum yang terikat padanya, konstitusi itu dinamakan sebagai
konstitusi yang mempunyai nilai normatif. Kalaupun tidak seluruh isi konstitusi
itu demikian, tetapi setidak-tidaknya norma-norma tertentu yang terdapat
didalam konstitusi itu apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berjalan
sebagaimana mestinya dalam kenyataan, norma-norma konstitusi dimaksud dapat
dikatakan berlaku sebagai konstitusi dalam arti normatif.
Dengan
demikian, apabila pengertian undang-undang dasar itu dihubungkan dengan
pengertian konstitusi, arti undang-undang dasar itu barulah merupakan sebagian
dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi yang ditulis (de geschrieben verfassung). Dalam arti inilah konstitusi itu
bersifat yuridis atau rechtsverfassung, yaitu
sebagai undang-undang dasar atau grundgesetz.
Sementara itu, konstitusi dalam arti yang luas tidak hanya bersifat yuridis
semata-mata, tetapi juga bersifat sosiologis dan politis yang tidak disebut
sebagai undang-undang dasar, namun termasuk dalam pengertian konstitusi.
Membedakan
secara prinsipil antara konstitusi tertulis dan tidak tertulis adalh tidak
tepat. Sebutan konstitusi yang tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan
dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa
naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena pengaruh aliran
kodifikasi. Oleh sebab itu, suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia
ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah sedangkan suatu konstitusi
disebut tidak tertulis karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan
tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur
dalam konvensi-konvensi atau undang-udang biasa.
Karena
konstitusi itu sendiri merupakan hukum yang dianggap paling tinggi
tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai
dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah
keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan tau
kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan
sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara.
Sumber
hukum tata negara, bagi kebanyakan sarjana hukum biasanya yang lebih diutamakan
adalah sumber hukum formal, baru setelah itu sumber hukum materiil apabila hal
itu memang dipandang perlu. Sumber hukum dalam arti formal itu adalah sumber
hukum yang dikenali dari bentuk formalnya. Dengan mengutamakan bentuk formalnya
itu, sumber norma hukum itu haruslah mempunyai bentuk hukum tertentu yang
bersifat mengikat secara hukum. Oleh sebab itu, tujuh macam sumber hukum tata
negara yang kita maksudkan itu adalah:
Nilai-nilai
konstitusi yang tidak tertulis
Undang-undang
dasar, baik pembukaan maupun pasal-pasalnya
Peraturan
perundang-undangan tertulis
Yurisprudensi
peradilan
Konvensi
ketatanegaraan atau constitutional conventions
Doktrin
ilmu hukum yang telah menjadi ius
comminis opinion doctorum
Hukum
internasional yang telah diratifikasi atau yang telah berlaku sebagai hukum
kebiasaan internasional.
Dalam
peraturan perundang-undangan bahwa peraturan tertulis yang berisi norma-norma
hukum yang mengikat untuk umum, baik yang diterapkan oleh legislator maupun
oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana undang-undang yang mendapat
kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan-peraturan
tertentu menurut peraturan yang berlaku. Selain peraturan yang berbentuk
undang-undang ada pula peraturan yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga
eksekutif pelaksana undang-undang.setiap lembaga pelaksana undang-undang dapat
diberi kewenangan regulasi oleh undang-undang dalam rangka menjalankan
undang-undang yang bersangkutan. Di samping itu pemerintah karena fungsinya
yang diberii kewenangan pula untuk menetapkan suatu peraturan tertentu, di
samping undang-undang itu sendiridapat pula menentukan adanya lembaga regulasi
yang bersifat tertentu pula.
Fungsi
konvensi ketatanegaraan ialah konvensi ketatanegaraan yang merupakan aturan
politik (rule of political behavior)
yang penting untuk kelancaran bekerjanya konstitusi. Dalam praktik, konvensi ketatanegaraan
dikembangkan untuk keperluan mengatur kewenangan diskresi yang bersifat
terbuka. Jika kewenangan yang bersifat terbuka tidak diatur, kebijakan
kenegaraan (state policy) akan
diterapkan berdasarkan discretionary
power yang sangat mungkin tidak terkendali.hal demikian tentu akan rawan
terhadap penyalahgunaan semata-mata untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri.
Oleh sebab itu, pengertian konvensi dapat dikaitkan dengan fungsinya, yaitu
untuk mengatasi penggunaan diskresi konstitusional (constitutional discretion).
Penafsiran
dalam hukum tata negara ialah penafsiran yang merupakan metode untuk memahami
makna yang terkandung dalam teks-teks hukum untuk dipakai dalam menyelesaikan
kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal yang dihadapi secara konkret.
Disamping itu, dalam bidang hukum tata negara, penafsiran judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), dapat berfungsi
sebagai metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi dan
memperbaiki makna yang terdapat dalam suatu teks undang-undang dasar. Seperti
dikemukakan oleh K.C. Wheare, undang-undang dapat diubah melalui formal amandment, judicial interpretation, dan
constitusional usage and convention.
Dikarenakan
pentingnya hal tersebut, maka dalam setiap buku teks ilmu hukum lazim diuraikan
adanya berbagai metode penafsiran. Terlepas dari segala macam metode atau teori
penafsiran di atas, suatu hal yang perlu menjadi perhatian serius adalah bahwa
hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis adalah konsep yang berasal
dari kata-kata yang dahulunya diucapkan oleh satu, dua, atau lebih banyak orang
yang kemudian disusun dalam kalimat.
Tiap-tiap
perkataan itu didalamnya mengandung beberapa atau bahkan banyak makna sehingga
hukum dalam konteks norma sesungguhnya adalah simbol-simbol atau tanda-tanda
yang disususn sedemikian rupa dalam bentuk pasal yang dituangkan dalam rumusan
undang-undang dasar, undang-undang, atau peraturan tertulis lainnya. Hukum yang tertulis dalam batasan-batasan
tertentu dapat dapat ditelusuri maksudnya, meskipun ada kalanya ketika harus
diterapkan pada suatu kasus dalam banyak situasi dan kondisi sosial ternyata
tidak mudah. Korupsi, misalnya, adalah kata yang memerlukan kecermatan dalam
penerapannya meskipun sudah jelas rumusannya. Demikian pula kata “jasa” dalam
konteks hukum, apakah orang yang menerima imbalan atas jasanya membantu
memperkenalkan kepada panitera kepal di pengadilan dapat dianggap terlibat
dalam kejahatan, jika ternyata orang yang diperkenalkan itu kemudian menyuap
panitera tersebut.
Konstruksi hukum
menurut teori dan praktik dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu:
Analogi
atau metode argumentum per analogium
Cara kerjanya, metode ini diawali dengan
pencarian esensi umum suatu peristiwa hukum yang ada dalam undang-undang.
Esensi yang diperoleh kemudian dicoba terhadap peristiwa yang dihadapi. Apakah
peristiwa itu memiliki kesamaan prinsip yang terdapat dalam esensi umum tadi.
Umpanyanya apakah seseorang yang “memancing belut” dapat diberi sanksi, sementara
larangan yang tertera di sudut kolam berbunyi “ dilarang memancing ikan”
Metode
argumentum a contrario
Ini digunakan jika ada ketentuan
undang-undang yang mengatr hal tertentu untuk peristiwa tertentu sehingga untuk
hal yang lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan sebaliknya
Metode
Penyempitan Hukum
Misalnya, “perbuatan melawan hukum”
dapat dipersempit artinya untuk peristiwa tertentu yang termasuk perbuatan
melawan hukum sehingga terapat peristiwa yang dapat dikategorikan perbuatan
melawan hukum
Fiksi
Hukum
Hakikat
memahami sesuatu adalah yang disebut filsafat hermeneutik. Hermeneutika atau
metode memahami atau metode interpretasi dilakukan terhadap teks secara
holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontektualisasi.
Memahami sesuatu adalah menginterpretasi sesuatu agar memahaminya.sebab, dalam
menerapkan ilmu hukum ketika menghadapi kasus hukum , maka kegiatan
interpretasi tidak hanya dilakukan terhadap teks yuridis, tetapi juga terhadap
kenyataan yang menyebabkan munculnya masalah hukum itu sendiri. Titik tolak hermeneutika adalah kehidupan
manusiawi dan produk budanyanya, termasuk teks-teks hukum yang dihasilkan
olehnya. Tujuan hermeneutika hukum itu adalah untuk menempatkan perdebatan
kontenporer tentang penafsiran atau interpretasi hukum didalam kerangka
hermeneutika pada umunya.
Kegiatan-kegiatan
kenegaraan dan pemerintahan yang tercangkup dalam bidang hukum tata negara dan
tata usaha negara atau administrasi negara itu mencangkup kegiatan-kegiatan
antarab lain:
v Legislasi dan
pembentukan peraturan perundang-undangan
v Administrasi
yang berkenaan dengan kegiatan pengelolaan informasi dan penyebarluasan
informasi hukum
v Pendidikan hukum
dan pembinaan profesi hukum
v Penyelenggaraan
hukum atau pelaksanaan dalam arti penerapan hukum oleh pelaksana yang
ditentukan oleh hukum tersebut
v Aspek hukum
kegiatan penyelenggaraan administrasipemerintahan negara
v Kegiatan
penegakan hukum yang dimulai dari penyelidikan dan penuntutan hukum
v Penyelenggaraan
peradilan sampai ke pengadilan putusan hakim yang bersifat tetap
v Pelaksanaan
putusan pengadilan dan pemasyarakatan terpidana
v Pendidikan dan
pembinaan kesadaran hukum masyarakat
Dalam
pembagian kekuasaan, terdapat tiga fungsi yaitu;fungsi legislatif, fungsi
eksekutif, dan fungsi federatif. John Locke mengutamakan fungsi federatif,
sedangkan Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakiman
(yudisial). Montesquieu lebih melihat pembagian atau pemisahan kekuasaan itu
dari segi hak asasi manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih
melihatnya dari segi hubungan ke dalam dan ke luar dengan negara-negara lain.
Bagi John Locke, penjelmaan fungsi defencie
baru timbul apabila fungsi diplomacie
terbukti gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah fungsi
federatif, sedangkan fungsi yudisial bagi Locke cukup dimasukkan ke dalam
kategori fungsi eksekutif, yaitu terkait dengan fungsi pelaksanaan hukum. Namun
bagi Montesquieu, fungsi pertahanan (defence)
dan hubungan luar negerilah (diplomasi) yang termasuk kedalam fungsi
eksekutif sehingga tidak perlu disebut tersendiri. Justru dianggap penting oleh
Montesquieuadalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.
Partai
politik mempunyai posisi (status) dan
peranan (role) yang sangat penting
dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat
strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Oleh karena
itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuatderajat
pelembagaannya (the degree of
institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis.pada
umunya, para ilmuan politik biasa menggambarkan adanya empat fungsi partai
politik.keempat fungsi partai politik itu menurut Meriam Budiardjo, meliputi
sarana: komunikasi politik, sosialisasi politik (political socialization), rekruitmen politik (political
recruitment), dan pengatur konflik (conflik
management).
Kelemahan
partai politik menyatakan bahwa organisasi cenderung bersifat oligarkis.
Organisasi dan termasuk juga organisasi partai politik, kadang-kadang bertindak
dengan lantang untuk dan atas nama kepentngan rakyat, tetapi dalam
kenyataaannya di lapangan justru berjuang untuk kepentingan pengurusnya
sendiri. Untuk mengatasi berbagai potensi buruk partai politik seperti
dikemukakan diatas, diperlukan beberapa mekanisme penunjang.
Ø Mekanisme
internal yang menjamin demokratisasi melalui partisipasi anggota partai politik
itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan
Ø Mekanisme
keterbukaan partai dimana warga masyarakat di luar partai dapat ikut serta
berpartisipasi dalam menentukan kebijakan yang hendak diperjuangkan melalui dan
oleh partai politik
Ø Penyelenggaraan
negara yang baik dengan makin meningkatnya kualitas pelayanan publik (public services), serta ketrbukaan dan
akuntabilitas organisasi kekuasaan dalam kegiatan penyelenggaraan negara
Ø Berkembangnya
pers bebas yang semakin profesional dan mendidik
Mekanisme
pewakilan ini dianggap dengan sendirinya efektif untuk maksud menjamin
keterwakilan aspirasi atau kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem
perwakilan, kedudukan dan peranan partai politik dianggap sangat dominan.
3.
Kelebihan : Buku ini
merupakan pengantar hukum tata negara yang menjelaskan tentang Hukum Tata
Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif kita. Penjelasannya sangat
komprehensif dari sisi definisi, metode hingga pada pergeseran orientasi yang
terjadi dalam corak keilmuan bidang Hukum Tata Negara dalam perkembangannya di
Indonesia
4.
Kelemahan : Buku ini
terlalu banyak menggunakan bahasa asing yang sebagian besar tanpa arti dan
penulis tidak memerhatikan tata cara penulisan karya ilmiah, buktinya terdapat
penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai serta adanya huruf yang doubel.
5.
Rekomendasi
: Buku ini sangat cocok untuk Mahasiswa Baru yang baru belajar Hukum Tata
Negara di Fakultas hukum Unhas. Tidak hanya itu, penjelasannya sangat
komprehensif sehingga para pembaca mengetahui apa itu Hukum Tata Negara.
B. RESENSI BUKU
II
1. Identitas Buku:
a.
Judul buku : Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia
b.
Pengarang : Moh. Kusnardi, S.H dan Harmaily Ibrahim, S.H
c.
Penerbit : pusat studi HTN Fakultas hukum universitas
indonesia Cv “ Sinar bakti”
d.
Tempat terbit : Jakarta Selatan
e.
Tahun terbit : 1981
f.
Cetakan : keempat, 1981
g.
Ukuran : 14x 21 cm
h.
Jumlah halaman : 363 halaman
2. Ikhtisar/Rangkuman:
Alasan penggunaan judul “pengantar hukum
tata Negara Indonesia”. Didasarkan pada pertimbangan berikut; Hukum Tata Negara
Indonesia ( hukum tata Negara Positif) langsung membicarakan masalah-masalah
hukum tata Negara yang berlaku pada saat sekarang di Indonesia. Ini berarti
bahwa pengaturan hukum tata Negara yang pernah berlaku pada masa yang lampau,
bukan merupakan hukum positif, jika peraturan itu pada masa sekarang ini sudah
tidak berlaku lagi. Namun demikian peraturan-peraturan itu masih diperlukan sebagai
bahan yang penting dalam rangka mempelajari sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Setiap peraturan-peraturan hukum yang
berlaku pada hakikatnya mengandung azas-azas tertentu. Azas-azsa itu berakar
didalam masyarakat dan selama masyarakat masih menerimanya, maka peraturan
hukum itu tetap dipertahankan, demikian pula halnya dengan hukum tata Negara
positif; ia berlaku karena ia mencerminkan azas-azas tertentu yang hidup di
dalam masyarakat. Azas-azas itu lazimnya sudah tidak dibicarakan lagi secara
mendalam sewaktu membahas Hukum Tata Negara positif. Pengantar hukum tata
Negara indonesialah yang bertugas menyelidiki azas-azas tersebut sebagai
pengantar sebelum mempelajari hukum tata Negara positif.
Pemakaian istilah “Indonesia” dalam
pengantar hukum tata Negara Indonesia mengandung maksud jika hukum tata Negara
positif, mempunyai arti sebagai hukum tata Negara yang berlaku di inggris, di
amerika serikat atau di negeri belanda pada saat ini, maka hukum tata Negara
Indonesia berarti hukum tata Negara yang berlaku pada saat ini di Indonesia.
Jadi, pengantar hukum tata Negara Indonesia adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki azas-azas dan pengertian tentang hukum tata Negara yang khusus
berlaku di Indonesia.
Pengantar Hukum tata negara indonesia
hanya akan membahas azas-azas dan pengertian-pengertian dari hukum tata negara
yang berlaku di indonesia. Antara azas dan pengertian-pengertian terdapat
perbedaan dan hal ini dapat dibuktikan pada beberapa karangan ilmiah yang
membicarakan masalah tersebut. Di antaranya adalah salah satu karangan dari Van
Vollenhoven mengenai “Vorm en Inhoud vanhet International Recht”,1) yang
membedakan vorm sebagai bentuk atau pengertian dari Hukum Internasional dan
inhoud sebagai isi atau azas dari Hukum Internasional. Selain Van Vollenhoven,
Ter Haar dalam bukunya yang berjudul “Beginselen en Stelse van het
Adatrecht”,2) juga hendak menunjukkan perbedaan seperti tersebut diatas.
Beginselen van het adatrecht diartikan sebagai azas-azas dari hukum adat,
sedangkan Stelsen van het Adatrecht itu diartikan sebagai pengertian dari hukum
adat. Juga dalam karangan penulis lain seperti Logemann dalam Hukum Tata Negara
telah membedakan kedua pengertian tersebut diatas. Ia menyebut “Formele
Stelselmatighed” sebagai pengertian dari Hukum Tata Negara, sedangkan
“Materiele Stelselmatighed”,3) itu
sebagai azas-azas dari pada Hukum Tata Negara.
Menurut Hukum Tata Negara seorang warga
negara pun mempunyai wewenang dan kewajiban dan peraturan hukum yang mengatur
caranya menjalankan wewenang dan kewajiban itu termasuk dalam Hukum
administrasi negara. Perbedaan antara hukum tata negara dan hukum administrasi
negara itu tidak bersifat azasi dan hubungan antara kedua ilmu pengetahuan itu
dapat disamakan dengan hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Jika terjadi
pemisahan antara kedua hal itu hanya disebabkan karena kebutuhan akan pembagian
kerja yang timbul dari cepatnya pertumbuhan hukum Korporatif dari masyarakat
hukum teritorial dan juga disebabkan karena perlu dibaginya materi yang
diajarkan, sehingga Hukum Tata Negara meliputi susunan, tugas, wewenang, dan
cara badan-badan itu menjalankan tugasnya, sedangkan bagian lain yang lebih
terperinci itu dimasukkan dalam hukum administrasi negara.
Sumber hukum dalam arti fornil adalah
sumber hukum yang di kenal dari bentuknya karena bentuknya itu menyebabkan
hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati. Sumber hukum dalam arti materil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Pancaasila sebagai pandangan
hidup bangsa indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara, merupakan sumber
hukum dalam arti materil yang tidak saja menjiwai bahkan harus dilaksanakan
oleh setiap peraturan hukum. Karena itu pancasila, merupakan alat penguji untuk
setiap peraturan hukum yang belaku, apakah ia bertentangan atau tidak dengan
pancasila, sehingga peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak
boleh berlaku.
Dalam praktek ketatanegaraan sering pula
terjadi, bahwa suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna,
karena salah satu atau beberapa pasal didalamnya ternyata tidak dijalankan
lagi, atau oleh karena suatu konstitusi yang berlaku tidak lebih hanya untuk
kepentingan suatu golongan atau pribadi dari penguasa saja, tapi sudah barang
tentu banyak pula konstitusi yang dijalankan sesuai dengan pasal-pasal yang
ditentukan.
Pengertian pembagian kekuasaan adalah
berbeda dari pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa
kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai
orangnya maupun mengenai fungsinya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara
bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama.
Sifat negara hukum itu ialah dimana alat
perlengkapanya hanya dapat bertinfak menurut dan terikat kepada aturan-aturan
yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai
untuk mengadakan aturan itu atau singkatnya disebut prinsip ”rule of law”.
Ciri-ciri khas bagi suatu negar hukum:
a.
Pengakuan
dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang
politik,hukum,sosial,ekonomi, dan kebudayaan
b.
Peradilan
yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi sesuatu kekuasaan atau
kekuatan apapun juga.
c.
Legalitas
dalam arti segala bentuknya.
Setiap pemilihan umum mempunyai
azas-azas yang tertentu.demikian pula pemilihan umum tahun 1995. Dengan
demikian azasnya adalah pertama umum yaitu; bahwa setiap warga negara yang
memenuhi syarat-syarat yag telah ditentukan berhak untuk ikut memilih dan
dipilih. Tidak boleh ada perbedaan antara warga negara. Tidak ada sebagian
rakyat yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan/ ditetapkan tidak boleh
dipilih atau memilih.
3. kelemahan : pengantar hukum tata negara
indonesia belum menyelidiki secara mendalam kaidah-kaidah hukum tata negara
positif, walaupun disana sini secara sepintas lalu akan disinggung. Pengantar
hukum tata negara indonesia hanya akan membahas azas-azas dan
pengertian-pengertian dari hukum tata negara yang berlaku diindonesia. Terdapat
huruf yang double dan penggunaan titik koma ynag tidak sesuai.
4. kelebihan : pengantar hukum tata negara
indonesia ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca.
5. rekomendasi : buku ini sangat cocok
untuk mahasiswa Fakultas Hukum Unhas, khususnya bagi mereka yang ingin
mengetahui segi-segi hukum dari kehidupan ketatanegaraan indonesia.
C. RESENSI BUKU III
1. Identitas Buku
Judul
Buku : Teori Negara Hukum
Penulis :
Fajlurrahman Jurdi
Penerbit : Setara Press
Tempat
terbit :Makassar
Cetakan
:Pertama, Agustus 2016
Ukuran
:14x 21 cm
Tebal :i – xii hingga 1 – 258
2. Ikhtisar/ Rangkuman:
Satu
lagi buku hasil karya Fajlurrahman Jurdi,Judulnya adalah Teori Negara Hukum.
Buku ini menceritakan tentang bagaimana sejarah hukum terbentuk dan teori-teori
serta pandangan tokoh tentang negara hukum. Buku ini launching pada bulan
Agustus 2016. Alumni sekaligus dosen muda Bagian Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Unhas ini memang terbilang produktifdalam menulis. Dalam bukunya ini,
tertuliskan bahwa “ Sejarah negara
hukum, sama tuanya dengan sejarah demokrasi”
kalimat yang terdapat di awal buku ini menandaskan keterkaitan yang amat
erat antara hukum dan demokrasi, keduanya saling melengkapi dalam tatanan
kenegaraan yang berorientasi pada kedaulatan dan penghormatan prinsip-prinsip
kemanusiaan.
Pembentukan
negara hukum dimulai sejak manusia yang dalam pengertian kebertahapan, bergerak
dari individu menuju relasi social sehingga hukum dalam makna yang lebih tegas
adalah sistem yang dihasilkan dari sebuah kesepakatan-kesepakatan ataupun
konsensus-konsensus yang lazim disebut
kontrak social (social contract). Dalam pengertian ini, kekuasaan bersumber
dari hukum yakni hasil kesepakatan sosial. Dengan demikian kedaulatan dalam
Negara ada pada hukum yang seluruh entitas politik, sosial, dan ekonomi di bawahnya
tunduk pada hukum tersebut.
Dalam
hal ini pemerintah pun tunduk pada hukum. Tentu berbeda dari lawannya yaitu
kedaulatan berdasar kekuasaan yang terepresentasi dalam sistem pemerintahan
monarki di mana raja adalah sumber hukum itu sendiri, selainnya adalah obyek
belaka yang harus menaati hukum yang telah diputuskan oleh sang raja. Raja
sebagai penguasa adalah pembentuk hukum, dirinya tentu terpisah dari kewajiban
yang tertera dalam hukum, karena hukum dibentuk bukan untuk mengatur diri dan
negaranyanamun untuk rakyatnya. Namun dalam perkembangannya saat ini, hampir
seluruh Negara telah menerapkan konsepsi negara
hukum dengan berbagai varian asas dan bentuknya, walaupun masih terdapat
Negara-negara tertentu yang bertahan dengan system kedaulatan berdasarkan
kekuasaan (penguasa).
Dalam
mengartikan hukum sebagai asas kedaulatan, terdapat dua tradisi (aliran) dalam
konsepsi Negara hukum yaitu konsep Negara hukum rechtsstaat dan konsepsi Negara hukum the rule of law. Dalam konsepsi Negara hukum rechtsstaat penegak hukum dimengerti sebagai penegak hukum yang
tertulis dalam undang-undang sesuai dengan paham legisme yaknibahwa hukum
identik dengan undang-undang sehingga ada ‘kepastian hukum’. Sementara konsepsi
Negara hukum the rule of law,
dimengerti bahwa penegakan hukum bukan berarti penegakan hukum tertulis belaka,
tetapi yang terpenting adalah penegakan keadilan hukum, sehingga penegakan
hukum tidak berarti penegakan hukum yang di tulis. Tradisi Negara hukum rechtsstaat dikenal dengan konsep civil law system sementara Negara hukum the rule of law disebut common law system.
Tradisi
civil law system mengorientasikan diri bahwa eksistasi hukum adalah kepastian
yang di ekspresikan pada kekukuhannya berpegang pada kodifikasi (undang-undang
dan peraturan-peraturan tertulis). Karenanya dianggap dapat memberikan
kepastian hukum. Sementara, tradisi common law system melihat eksistensi hukum
sebagai perwujudan keadilan yang sifatnya lebih luas dari sekedar apa yang
tertulis. Tentu saja keduanya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-
masing namun tetap saja tak luput dari faktor ideology yang di kembangkan oleh
Negara itu. Factor ideology turut mempengaruhi model system kenegaraan, seperti
Negara sosialis yang memilki model hukum tersendiri, socialist legal, maupun
seperti Negara Indonesia dengan ideology pancasilanya yang dikenal bercorak
integralistik. Poin menarik dalam setiap pembincangan konsep adalah pemaknaan
filosofis atas eksistansi negera itu sendiri yang hadir di tengah-tangah
masyarakat. Secara mainstream dipahami bahwa Negara adalah akumulasi kehendak
social manusia yang memiliki insting hidup bersama dalam harmoni keteraturan
yang kemudian diwujudkan dengan institusionalisasi aturan-aturan dan kebijakan,
institusi tersebut bermakna negara atau (state).
Bagian
pertama, sejarah Negara hukum yang
sebagaimana disebutkan oleh para ahli, pemikirannya dalam konteks Negara kota
dalam polish di yunani memiliki ciri khusus, yakni:
1.
Zoon
politicon. Setiap warga polish adalah warga yang melek politik, dalam arti
peduli soal-soal pengelolaan Negara dan bahkan terlibat langsung dalam
penyelenggaraan Negara.
2.
Stad-staat.
Warga polish tersusun dalam golongan-golongan stratifikasi: golongan atas,
menengah, dan golongan biasa atau bawah.
3.
Status
actives. Setiap warga polish aktif memerintah.
4.
Staatshgemeinschaft.
Rakyat adalah warga Negara yang wajib memenuhi tugas Negara.
5.
Kultgemeinschaft.
Rakyat adalah warga keagamaan yang wajib memenuhi tugas agama;
6.
Encyclopedie
(lingkaran pengetahuan). Berbagai macam ilmu yang harus diajarkan pada rakyat
agar aktif memerintah secara produktif.
Mengenai struktur Negara Plato
menganggap kelas-kelas Negara terdiri atas para pemimpin, para tentara, dan
para pekerja; bentuk-bentuk pemerintahannya: aristokrasi, timokrasi, oligarki,
demokrasi, dan tirani. Namun, berkenaan dengan eksistensi hukum, Plato
menjelaskan bahwa filsuf-raja tidak perlu tunduk kepada hukum hanya digunakan
untuk masyarakat yang dipimpinya. Plato meyakini bahwa seorang pemimpin, yang
dalam hal ini adalah filsuf-raja merupakan orang yang benar-benar cerdas daan
tahu bagaimana mengendalikan dirinya untuk memimpin masyarakat demi mewujudkan
sebuah negara yang ideal. Jika sudah ditentukan, maka filsuf-raja dapat membuat
hukum dan undang-undang sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu, plato
berpendapat bahwa hukum tidaklah mutlak, tetapi dapaat berubah sesuai dengaan
kebutuhan. Plato mengatakan bahwa: “hukum
bukan semata-mata untuk menjaga
ketertiban saja, melainkan sebagai obat untuk menyembuhkan kejahatan manusia”.
Dalam
kebudayaan Yunani, istilah konstitusi berhububungan erat dengan ucapan respublica Constituere yang melahirkan
semboyan, Prinsip Legibus Solutus Est,
Salus Publica Suprema Lex, yang artinya “ rajalah yang berhak menentukan
struktur organisasi negara karena dialah satu-Satunya pembuat undang-undang”.
Ilmu
negara hukum milik Plato bebicara soal kesusilaan.Menurut Plato :“Ada lima
macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat-sifat tertentu dari jiwa manusia.
Bentuk-bentuk negara itu tidak dapat hidup kekal karena dasar-dasar prinsipil
tentang adanya yang dijalankan sejauh-jaunya mengubah kesehatannya menjadi
sakit dan itu membunuhnya. Di puncak sekali adalah aristokrasi. Disitulah para
cendekia memerintah sesuai dengan pikiran keadilan. Tetapi, kemerosotan
mengubahnya menjadi timokrasi, golongan yang memerintah itu lebih ingin
mencapai kemasyhuran dan kehormatan dibanding dengan keadilan. Timokrasi
menjadi oligaki karena kekuasaaan yang diberikan pada golongan hartawan,
sehingga muncullah milik partikelir yang menyebabkan kekuasaan pemerintah jatuh
kedalam tangan golongan hartawan”.
Sementara
itu menurut aristoteles negara sebagai ciptaan alam karena manusia yang hidup
sendiri tidak dapat mencukupi dirinya sendiri, dan dengan demikian harus
dianggap sebagai suatu bagian dalam erat hubugan dengan keseluruhan.
Aristoteles menganggap monarki, aristokrasi, dan politeia sebagai bentuk
pemerintahan yang terbaik. Bentuk-bentuknya merosot adalah tirani, oligarki,
dan demokrasi. Menurut aristoteles; kecenderungan alamiah dari manusia adalah
ia membentuk kelompok, bertindak dalam kelompok, dan bertindak sebagai
kelompok. Maksud (tujuan- sasaran) politik sama dengan tujuan etika dan sama
dengan tujuan kehidupan manusia pada umumnya.
Lebih
lanjut untuk mengefektifkan kelembagaan kenegaraan, Plato membagi penduduk
dalam tiga golongan : golongan bawah (golongan rakyat jelata yang merupakan
petani, tukang dan saudagar), golongan menengah (penjaga atau pembaantu dalam
urusan negara), golongan atas (kelas pemerintah atau filosof).
Bagian
kedua, dalam teori negara hukum, hukum ibarat rumah virtual untuk hidup
bersama. Di satu sisi, ia diciptakan untuk melindungi , tetapi di sisi lain
menggendong resiko membatasi, persis seperti tembok-tembok yang menjadi tembok
rumah maupun tembok penyekat dalam rumah.
Hukum
adalah alat bantu personal yang diciptakan untuk mengatur ketertiban
kebersamaan yang ada. Di sini hukum menjadi alat bantu sosial. Karena hukum
adalah alat bantu sosial, maka menekankan posisi hukum sebagai instrumen negara
adalah merupakan upaya agar hukum sebagai instrumen memiliki kekuatan
legitimasi. Negara hukum (state of law) bertugas untuk menciptakan kemajuan
sosial bagi masyarakatnya. Dengan hukum sebagai instrumennya. Maka rekayasa
sosial (a tool of social engginering) diciptakan untuk membangun masyarakat
yang sejahtera. Sebab itulah, keberadaan hukum sebagai bangunan dasar untuk
mengintergrasikan kelompok-kelompok sosial masyarakat ( social groups) menjadi
tak terhindarkan. Jadi, negara memiliki instrumen hukum (law instrument)
sebagai pengatur juga sebagai perekayasa sosial. Sehingga, kewajiban inilah
yang menyebabkan negara harus memberi hukuman kepada yang melanggar instrumen
negara. Dengan demikian, inilah yang menjadi salah satu ciri terpenting negara
hukum.
Plato
mengajukan hukum sebagai kerangka dasar untuk mengatur kehidupan umat manusia,
dan dengan hukum itulah dasar-dasar negara sebagai basis awal sejarah demokrasi
diperkenalkan. Plato melihat bahwa kepentingan banyak orang harus ditempatkan diatas
seluruh kepentingan pribadi dan golongan.
Perbedaan
yang menonjol antara konsep rechstaat dan
rule of law ialah pada konsep pertama peradilan administrasi negara merupakan
suatu sarana peting dan sekaligus pula ciri yang menonjol pada rechstaat itu
sendiri. Ciri-ciri yang menonjol pada konsep rule of law ditegakkannya hukum
yang adil dan tepat (just law). Karena semua orang mempunyai kedudukan yang
sama di depan hukum. Maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua
perkara termasuk perbuatan hukum oleh pemerintah.
Menurut
robert maclver, inti negaraa hukum adalah sebagai alat pemaksa mereka sendiri
mematuhi peratutan-peraturan agar tercapai keinginan bersama. Dengan demikian, untuk membatasi kekuasaan
pemerintahan, seluruh kekuasaan di dalam negara haruslah dipisah dan dibagi
kedalam kekuasaan yang mengenai bidang tertentu.
Negara
hukum profetik, bisa juga diartikan negara islam yang memiliki keterkaitan
dengan setting historis masyarakat Madinah pada masa Rasulullah Muhammad SAW
hidup. Disinilah pentingnya, bahwa sejarah kenabian beserta konstruksi negara
yang dibangun di masa lalu kemastian untuk direkonstruksi dimasa kini. Masa
dimana kekuatan politik ekonomi dan kultural melingkar dalam proses demokrasi.
Salah satu elemen penting yang menjadi rujukan Hukum Profetik, adalah konsepsi
dan bangunan Negara Hukum di Madinah, yakni negara yang dibentuk dan ditata
dengan hukum ketuhanan yang diatur dibawah kepemimpinan kenabian. Piagam
madinah merupakan pedoman yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kehidupan
bermasyarakat yang diatur dengan prinsip-prinsip islam. Piagam Madinah inilah
yang menjadi bagian penting dari pembentukan Hukum Profetik.
Rechtsstaat,
menurut Wignjosoebroto menegaskan bahwa “sesungguhnya konsep ‘rechtsstaat’ atau
‘negara hukum’ ini adalah konsep yang datang dan berasal dari luar wilayah
peradaban pribumi. Dengan katalain, secara prinsip konsep rechtsstaat adalah
“pembatasan kekuasaan”.
Common
law, menurut sistem hukum Anglo Saxon adalah merupakan salah satu perangkat
penting dalam upaya mendorong pemerintahan yang demokratis, sekaligus
menghindari totalitarianisme. Disinilah hukum bekerja dan ditegakkan, yaitu
untuk menghindari totalitarianisme menyusup kedalam sistem pemerintahan.
Socialist
legality, kata sosialis ketika digunakan dalam hubungannya dengan hukum
mengandung banyak arti berbeda diantara para ahli hukum. Tradisi hukum sosialis
bukan terutama didasarkan pada peranan peraturan perundang-undangan atau
yurisprudensi, melainkan pada dasar kebijaksanaan ekonomi dan sosial.
Negara
hukum integralistik, dalam hal ini soepomo menolak perspektif individualis
eropa barat karena menghasilkan imperialisme dan sistem eksploitasi; perspektif
kelas padaa kodiktatoran proletariat juga dibuang karena meskipun dengan kondisi
khas di Uni soviet, perspektif ini bertentangan dengan sifat asli masyarakat
indonesia. Ada 3 teori negara menurut soepomo, yakni: pertama, negara terdiri
atas dasar teori perseorangan, teori individualistis. Kedua, negara ialah
golongan . ketiga, teori integralistik.
Negara
hukum pancasila, bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat
negara pancasila sebagai ideologi nasional (weltanschauung); asas kerohanian
negara dan jati diri bangsa. Menurut Mahfud, sebagai cita hukum, pancasila
menjadi bingkai bagi sistem hukum dalam negara hukum pancasila, sebagai sistem
khas indonesia.
Negara
hukum postmodern, istilah pasca modern atau post modern adaalah merupakan
istilah yang digunakan untuk melakukan kritik terhadap praktik-praktik modernitas.
Kritik terhadap postmodern adalah merupakan kilas balik dari beberapa penjaga
proyek modernitas.
Negara
hukum pascakolonial, istilah negara hukm pascakolonial adalah untuk menemukan
suatu kajian baru bagi negara yang pernah mengalami penjajahan. Ini bisa
dilihat dalam beberapa bangunan dasar hukum kita, seperti: kitab UU hukum
pidana, kitab UU hukum perdata, sebagian hukum agraria, hukum adat yang
dikonstruksi oleh Snouck Hurgronje.
Padangan
tokoh tentang negara hukum, menurut NiccoloMachiavelli, ia melihat negara
berada dalam dua kutub, yakni kekuasaan dan anarki. Anarki adalah tindakan
melawan hukum atau aturan. Oleh karena itu, tugas seseorang memegang kekuasaan
untuk mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaannya. Oleh sebab itu,
seorang pengasah diperkenankan berbuat apa saja selama untuk melanggengkan
kekuasaannya. Sehingga, politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki
hubungan sama sekali. Yang diperhitungkan adalah kesuksesan, sehingga tidak ada
lagi perhatian terhadap moral didalam urusan politik.
Menurut
Thomas Hobbes, setiap individu mengatakan kepada individu lainnya bahwa, “I
authorise and give up may right of governing may self, to this man, or to this
assembely of man, on this condition, that thou give up they right to him and
authorise allhis actions in like manner”. Dengan kata seperti itu terbentuklah
negara yang dianggap dapat mengakhiri anarki yang menimpa individu dalam
keadaan alamiah. Menurut John Locke, konsep Locke adalah tahap keadaan alamiah,
tahap keadaan perang, tahap terbentuknya negara.
Menurut
Baron de Montesquieu, suatu pemerintahan yang moderat bisa mengendorkan roda
penggeraknya kapan saja ia menghendakinya dan tanpa merasakan bahaya apapun.
Pemerintahan seperti itu mengukuhkan dirinya dengan hukum dan kekuatannya
sendiri.
Menurut
Jean-Jacques Rousseau, selama manusia tidak dapat melahirkan sebuah kekuatan
baru dan hanya menyatukan kekuatan yang sudah ada, mereka tidak akan memiliki
cara lain untuk mempetahankan diri, selain formasi yang sudah ada, yakni dengan
satu agregasi yang merupakan tambahan kekuatan yang cukup besar untuk mengatasi
masalah pertahanan diri mereka. Konsep Rousseau tentang perlunya kekuasaan
distribusikan, meskipun masih ambigu dan samar merupakan upaya agar kekuasaan
dibatasi yang merupakan konsep negara hukum yang lahir dari sosial kontrak.
Itulah sebabnya Rosseau menempati posisi penting dalam “ pemikiran negara
hukum” yang berangkat dari abad pencerahan.
Menurut
Robert Morrison Maciver, ia membagi kekuasaan dalam berbagai tingkatan, yaitu:
kehendak umum, pemegang kekuatan yang tertinggi, pemegang kedaulatan dalam
lapangan legislatif,atau lebih tegas, pemerintah. Karena itu, Maclver bersandar
pada negara hukum demokrasi yang diatur oleh konstitusi. Pandangan-pandangan Maclver
cukup memperkuat eksistensi negara hukum karena ia menghendaki eksistensi
pengadilan sebagai instrumen yang menegakkan hukum.
Menurut
Hans Kelsen, ia memandang hukum dari tatanan hukum positif, karena “wujud
empirik dari hukum positif menurut Kelsen adalah tatanan hukum nasional yang
satu sama lain dihubungkan dengan tatanan hukum internasional”.
Menurut
Gouw Giok Siong, dalam negara hukum yang mengakui hak kebebasan agama,
kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berkumpul dan melakukan rapat kita
saksikan adanya hak-hak dari perseorangan terhadap negara. Pemerintahan
umpamanya tidak dapat memaksakan sesuatu waarganya untuk memeluk sesuaatu agama
yang tertentu. Pemerintah tidak dapat mencampuri dalam hal pemilihan agama.
Menurut
Jurgen Habermas, di dalam kerangka hukum konstitusional dan ilmu politik,
analisis mengenai norma-norma konstitusional yang berkenan dengan realitas
konstitusional mayoritas negara demokratis yang menjalankan hak-hak sosial
terpaksa, harus tetap menggunakan opini publik sebagai fiksi yang terlembagakan
tanpa pernah sanggup membongkarnya secara langsung sebagai entitas yang rill
dalam tingkah laku publik kewargaan.
Menurut
Michel Foucault, ia menunjukka bahwa kekuasaan dikembangkan dengan disiplin dan
menghukum (Disciplin and Punish). Foucault mengatakan bahwa, kuasa kepada orang
lain adalah tindakan untuk mengganggu mereka. Foucault tidak menginginkan
kekerasan, tetapi dia menghendaki kekuasaan sebagai presupposes kebebasan,
dalam arti kekuasaan untuk menegakkan kedisiplinan dan menghukum yang melanggar
kedisiplinan dan menghukum yang melanggar kedisiplinan itu.
Menurut
Jimly Asshiddiqie, ia mengemukakan bahwa “ ada dua belas prinsip pokok negara
hukum (rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Kedua belas prinsip pokok
tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu
negara hukum modern”. Adapun kedua belas prinsip pokok tersebut, yaitu:
supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan,
organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan
tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia,
rsifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara, dan
transparansi dan kontrol sosial.
Dengan
dari ilmuan sosial dari dalam dan luar negeri, penulis mampu menyajikan bahasan
gerakan sosial secara komprehensif. Tulisan dalam buku inijuga dibahas secara
terstruktur dan mengalir. Uraian teorinya sangat relevan, maka tidak heran
pembaca dari latar belakang keilmuan apapun tak akan kesulitan memahami uraian
penulis.
3. Kelebihan :
Buku ini langsung berdasarkan teori tentang Ilmu Negara dan di dalam buku ini
terdapat pemikiran-pemikiran tokoh secara spesifik dan tersendiri.
4. Kelemahan
: Buku ini penjelasannya secara konsep
tentang Negara Hukum kurang detail dan susah untuk dipahami oleh pembaca.
5. Rekomendasi
: Buku ini cocok untuk Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas yang ingin melanjutkan
dan lebih mendalami tentang Negara Hukum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asshiddiqie,
jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers
2. Kusnardi,
moh. Ibrahim, harmaily. 1981. Pengantar hukum tata negara indonesia. Jakarta
selatan: studi HTN fakultas hukum universitas indonesia “cv sinar bakti”.
3. Jurdi,
fajlurrahman. 2016. teori negara hukum: setara press.
T-SHUT MADE FOR DETAILS
BalasHapusT-SHUT MADE titanium magnetic FOR DETAILS · This is a premium shaving machine made for smith titanium the very best. · Our signature red hue titanium automatic watch with a $39.90 titanium bicycle · In titanium earring posts stock