Selasa, 14 Februari 2017

Resensi Buku HTN




1.      Identitas Buku:

a.      Judul Buku : Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
b.      Penulis : Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
c.        Penerbit : Rajawali Pers
d.       Tahun Terbit : Cetakan Kelima, 2009
e.       Tebal : 463 halaman., 23 cm.
f.       Harga Buku : IDR 124K
1.      Ikhtisar/Rangkuman:
Dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” karya Prof.Dr. Jimly Asshiddiq, S.H. Perkembangan ketatanegaraan Indonesia sendiri sesudah terjadinya reformasi nasional sejak 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Perubahan UUD 1945 secara sangat mendasar sebanyak empat kali, yaitu pada 1999, 2000, 2001, dan 2002, telah mengubah secara mendasar pula cetak biru (blue-print) ketatanegaraan Indonesia dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukannya banyak sumber buku yang dapat menggambarkan perspektif – perspektif baru itu, tidak saja di dunia teori, tetapi juga dibidang hukum positif yang sekarang berlaku.
Hukum tata negara meluas dari sempitnya orientasi selama ini yang hanya bersifat internal ke arah orientasi eksternal sehingga ilmu hukum tata negara di samping harus dipelajari sebagai bidang ilmu hukum tata negara positif, juga harus dipelajari sebagai bidang ilmu hukum tata negara hukum. Hukum tata negarapositif hanya berkisar kepada norma-norma hukum dasar yang berlaku disatu negara, sedangkan hukum tata negara umum mempelajari juga fenomena hukum tata negara pada umumnya. Hukum tata negara psitif hanya mempelajari hukum yang berlaku di indonesia saja dewasa ini. Namun, hukum tata negara umum mempelajari gejala-gejala ilmiah hukum tata negara pada umumnya.
Oleh karena itu, buku ini diberi judul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara”. Dari judul ini dapat diketahui bahwa buku ini hanyalah merupakan pengantar untuk pengkajian yang lebih mendalam mengenai ilmu hukum tata negara. Dalam judul ini juga tergambar bahwa isi buku ini merupakan pengantar terhadap kajian ilmu hukum tata negara yang bersifat umu, yang tidak hanya terbatas kepada hukum tata negara positif, dalam arti hukum tata negara Indonesia yang dewasa ini sedang berlaku. Oleh karena itu lingkup pembahasannya dalam buku ini bersifat mengantar studi yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek hukum sebagai bidang ilmu pengetahuan hukum. Di dalamnya dapat saja tercangkup pula aspek-aspek hukum tata negara positif yang berlaku di indonesia, tetapi hal itu bukanlah menjadi muatan utama. Dalam pembahasan buku ini juga tidak dilakukan semata-mata secara normatif ataupun menurut peraturan hukum positif, melainkan melalui deskriptif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendeskripsian pendapat ahli mengenai persoalan yang dibahas dengan contoh-contoh yang dipraktikkan diberbagai negara. Baru setelah itu, pembahasan dikaitkan pula dengan pengalaman praktik ketatanegaraan di Indonesia.
Negara merupakan kehidupan umat manusia disepanjang sejarah umat manusia. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia.  Secara sederhana, oleh para sarjana sering diuraikan adanya empat unsur pokok dalam setiap negara, yaitu : 1. a definite territory; 2. Population; 3. a goverment; dan 4. Sovereignty. Apabila  perkumpulan orang masyarakat itu diorganisasikan untuk menvcapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara politik dan disebut body politic atau negara (state) sebagai a politically organize.  Negara sebagai body politic itu oleh organisasi negara itu. Ilmu politik melihat negara sebagai a political society dengan memusatkan perhatian pada dua bidang kajian yaitu teori politik dan organisasi politik.ilmu politik sebagai bagian dari realitas politik.
Ilmu politik lebih engutamakan dinamikan yang terjadi dalam masyarakat daripada norma-norma yang tertuang dalam konstitusi negara. Dalam studi ilmu hukum tata negara (the study of the constitusion atau constitusional law), yang lebih diutamakan justru adalah norma hukum konstitusi yang biasanya tertuang dalam naskah undang-undang dasar.Disitulah letak perbedaan mendasar antara ilmu hukum tata negara dengan ilmu politik.
 Ilmu Hukum Tata Negara merupakan salah satu cabang ilmu hukum yang secara khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Dalam bahasa perancis, hukum tata negara disebut Droit Constitutionnel atau dalam bahasa inngris disebut Constitutional Law. Istilah hukum tata negara sebagai ilmu (constitutional Law) adalah Verfassunglehre atau teori konstitusi. Verfassunglehre inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht, terutama mengenai hukum tata negara dalam arti positif, yaitu hukum tata negara Indonesia. Dalam bahasa inggris Constitutional Law biasa diterjemahkan sebagai “Hukum Konstitusi”.
Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekaraang tentang konstitusi, yaitu dalam perkataan Yunani Kuno politeia  dan perkataaan bahasa Latin constitutio yang juga berkaitan dengan kata jus.dalam kedua perkataan Politeia dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitusionalismediekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan diantara kedua istilah dalam sejarah. Dari kedua istilah itu, kata politeia dari kebudayaan Yunani dapat disebut yang paling tua usianya. Dalam Nomoi,  Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tentang hukum ini semakin tegas ketika didukung oleh muridnya, Aristoteles yang menuliskannya dalam buku Politica. Plato mengemukakan konsep Nomoi  yang dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum. Aristoteles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkannya dengan arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “polis”. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Dalam negara yang seperti ini, keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma didalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima. Negara memiliki instrumen hukum (law instrument) sebagai pengatur juga sebagai perekayasa sosial.dan kewajiban inilah yang menyebabkan negara harus memberi hukuman (punishment) kepada mereka yang melanggar instrumen negara. Inilah yang menjadi salah satu ciri terpenting dari negara hukum.
Salah satu sumbangan penting Filosof Romawi, terutama setelah Cicero mengembangkan karya “De Re Publica” dan “De Legibus”, adalah pemikiran tentang hukum yang berbeda sama sekali dengan tradisi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh para filsof Yunani. Disamping itu, para filsof Romawi jugalah yang secara tegas membedakan dan memisahkan antara pengertian hukum publik (jus publicum) dan hukum privat (jus privatum), semua hal baru yang belum dikembangkan sebelumnya oleh para filosof Yunani. Bahkan, perkataan jus dalam bahasa Latin sendiri pun tidak dikenal padananya dalam bahasa Yunani Kuno seperti yang sudah dijelaskan di atas. Biasanya keduanya dibedakan dari sudut kepentingan yang dipertahankan.
Pada masa-masa selanjutnya, ketika bangsa Eropa berada pada keadaan kegelapan yang biasa disebut sebagai abad-abad pertengahan, tidak banyak hal yang dapat diuraikan sebagai inovasi dan perkembangan yang penting dalam hal ini. Namun, bersamaan dengan masa-masa suram di Eropa selama abad-abad pertengahan itu, di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru dilingkungan penganut ajaran islam. Salah satunya adalah penyusunan dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian bersama diantara kelompok-kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama-sama membangun struktur kehidupan yang bersama di kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kenegaraan dalam pengertian modern sekarang. Naskah persetujuan itulah yang kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah.
Sementara itu, pada saat itu, peradaban bangsa eropa sendiri dihinggapi oleh masa-masa kegelapan. Meskipun demikian, bangasa Eropa di kemudian hari juga tercatat mengembangkan hal-hal baru dalam kehidupan kenegaraan. Misalnya, di Eropa pada masa itu berkembang suatu aliran yang disebut monarchomachen, yaitu aliran yang dibenci kekuasaan raja yang mutlak.
Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap sebagai corak umum materi konstitusi. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Untuk itu, dilingkungan negara-negara demokrasi liberal, rayatlah yang menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Oleh karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power  berkaitan dengan pengertian hierarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi serta yang paling fundamental sifatnya karena konstitusi merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atauu peraturan perundang-undangan lainnya.
Namun demikian dalam beberapa literatur hukum tata negara, arti konstitusi itu kadang-kadang dirumuskan sebagai perspektif mengenai konsepsi konstitusi yang dibedakan dari arti perkataan konstitusi itu sendiri. Akan tetapi, yang akan diuraikan disini adalah perspektif mengenai konsepsi tentang konstitusi yang biasa sering disebut sebagai konstitusi dalam arti-arti tertentu.
Menurut pandangan Carl Schmitt (Verfassunglehre), dalam bukunya,  konstitusi pada pokoknya dapat dipahami sebagai sekumpulan norma hukum dasar yang terbentuk dari pengaruh-pengaruh antar berbagai faktor kekuasaan yang nyata (de reele machtsfactoren) dalam suatu negara. Didalam pengertian pertama ini, konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencangkup semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada di dalam negara. Konstitusi pada pokoknya dapat juga dilihat sebagai vorm atau bentuk dalam arti ia mengandung ide tentang bentuk negara, yaitu bentuk yang melahirkan bentuk yang lainnyaatau vorm de vormen, forma formarum. Bentuk negara yang dimaksud adalah negara dengan arti keseluruhannya (sein ganzheit), yang dapat berbentuk demokrasi yang bersendikan identitas atau berbentuk monarki yang bersendikan representasi.
Asas bentuk negara (principe van staatsvorm) mencangkup prinsip kesamaan atau  identiteit dan representatie. Identiteit merupakan asas-asas yang berhubungan dengan bentuk demokrasi, dimana bagi rakyat yang memerintah dan yang diperintah berlaku prinsip persamaan identitas atau identik satu sama lain. Sedangkan representatie atau perwakilan merupakan asas yang berhubungan dengan prinsip bahwa yang memerintah dipanddang sebagai wakil dari rakyat (representant van het volk).
Nilai konstitusi yang dimaksud disini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. jika antara norma yang terdapat dalam konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subyek hukum yang terikat padanya, konstitusi itu dinamakan sebagai konstitusi yang mempunyai nilai normatif. Kalaupun tidak seluruh isi konstitusi itu demikian, tetapi setidak-tidaknya norma-norma tertentu yang terdapat didalam konstitusi itu apabila memang sungguh-sungguh ditaati dan berjalan sebagaimana mestinya dalam kenyataan, norma-norma konstitusi dimaksud dapat dikatakan berlaku sebagai konstitusi dalam arti normatif.
Dengan demikian, apabila pengertian undang-undang dasar itu dihubungkan dengan pengertian konstitusi, arti undang-undang dasar itu barulah merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi yang ditulis (de geschrieben verfassung). Dalam arti inilah konstitusi itu bersifat yuridis atau rechtsverfassung, yaitu sebagai undang-undang dasar atau grundgesetz. Sementara itu, konstitusi dalam arti yang luas tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi juga bersifat sosiologis dan politis yang tidak disebut sebagai undang-undang dasar, namun termasuk dalam pengertian konstitusi.
Membedakan secara prinsipil antara konstitusi tertulis dan tidak tertulis adalh tidak tepat. Sebutan konstitusi yang tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena pengaruh aliran kodifikasi. Oleh sebab itu, suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah sedangkan suatu konstitusi disebut tidak tertulis karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-udang biasa.
Karena konstitusi itu sendiri merupakan hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan tau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara.
Sumber hukum tata negara, bagi kebanyakan sarjana hukum biasanya yang lebih diutamakan adalah sumber hukum formal, baru setelah itu sumber hukum materiil apabila hal itu memang dipandang perlu. Sumber hukum dalam arti formal itu adalah sumber hukum yang dikenali dari bentuk formalnya. Dengan mengutamakan bentuk formalnya itu, sumber norma hukum itu haruslah mempunyai bentuk hukum tertentu yang bersifat mengikat secara hukum. Oleh sebab itu, tujuh macam sumber hukum tata negara yang kita maksudkan itu adalah:
*      Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis
*      Undang-undang dasar, baik pembukaan maupun pasal-pasalnya
*      Peraturan perundang-undangan tertulis
*      Yurisprudensi peradilan
*      Konvensi ketatanegaraan atau constitutional conventions
*      Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius comminis opinion doctorum
*      Hukum internasional yang telah diratifikasi atau yang telah berlaku sebagai hukum kebiasaan internasional.
Dalam peraturan perundang-undangan bahwa peraturan tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang diterapkan oleh legislator maupun oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana undang-undang yang mendapat kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan-peraturan tertentu menurut peraturan yang berlaku. Selain peraturan yang berbentuk undang-undang ada pula peraturan yang disusun dan ditetapkan oleh lembaga eksekutif pelaksana undang-undang.setiap lembaga pelaksana undang-undang dapat diberi kewenangan regulasi oleh undang-undang dalam rangka menjalankan undang-undang yang bersangkutan. Di samping itu pemerintah karena fungsinya yang diberii kewenangan pula untuk menetapkan suatu peraturan tertentu, di samping undang-undang itu sendiridapat pula menentukan adanya lembaga regulasi yang bersifat tertentu pula.
Fungsi konvensi ketatanegaraan ialah konvensi ketatanegaraan yang merupakan aturan politik (rule of political behavior) yang penting untuk kelancaran bekerjanya konstitusi. Dalam praktik, konvensi ketatanegaraan dikembangkan untuk keperluan mengatur kewenangan diskresi yang bersifat terbuka. Jika kewenangan yang bersifat terbuka tidak diatur, kebijakan kenegaraan (state policy) akan diterapkan berdasarkan discretionary power yang sangat mungkin tidak terkendali.hal demikian tentu akan rawan terhadap penyalahgunaan semata-mata untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri. Oleh sebab itu, pengertian konvensi dapat dikaitkan dengan fungsinya, yaitu untuk mengatasi penggunaan diskresi konstitusional (constitutional discretion).  
Penafsiran dalam hukum tata negara ialah penafsiran yang merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung dalam teks-teks hukum untuk dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal yang dihadapi secara konkret. Disamping itu, dalam bidang hukum tata negara, penafsiran judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi dalam arti menambah, mengurangi dan memperbaiki makna yang terdapat dalam suatu teks undang-undang dasar. Seperti dikemukakan oleh K.C. Wheare, undang-undang dapat diubah melalui formal amandment, judicial interpretation, dan constitusional usage and convention.
Dikarenakan pentingnya hal tersebut, maka dalam setiap buku teks ilmu hukum lazim diuraikan adanya berbagai metode penafsiran. Terlepas dari segala macam metode atau teori penafsiran di atas, suatu hal yang perlu menjadi perhatian serius adalah bahwa hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis adalah konsep yang berasal dari kata-kata yang dahulunya diucapkan oleh satu, dua, atau lebih banyak orang yang kemudian disusun dalam kalimat.
Tiap-tiap perkataan itu didalamnya mengandung beberapa atau bahkan banyak makna sehingga hukum dalam konteks norma sesungguhnya adalah simbol-simbol atau tanda-tanda yang disususn sedemikian rupa dalam bentuk pasal yang dituangkan dalam rumusan undang-undang dasar, undang-undang, atau peraturan tertulis lainnya.  Hukum yang tertulis dalam batasan-batasan tertentu dapat dapat ditelusuri maksudnya, meskipun ada kalanya ketika harus diterapkan pada suatu kasus dalam banyak situasi dan kondisi sosial ternyata tidak mudah. Korupsi, misalnya, adalah kata yang memerlukan kecermatan dalam penerapannya meskipun sudah jelas rumusannya. Demikian pula kata “jasa” dalam konteks hukum, apakah orang yang menerima imbalan atas jasanya membantu memperkenalkan kepada panitera kepal di pengadilan dapat dianggap terlibat dalam kejahatan, jika ternyata orang yang diperkenalkan itu kemudian menyuap panitera tersebut.
Konstruksi hukum menurut teori dan praktik dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu:
*      Analogi atau metode argumentum per analogium
Cara kerjanya, metode ini diawali dengan pencarian esensi umum suatu peristiwa hukum yang ada dalam undang-undang. Esensi yang diperoleh kemudian dicoba terhadap peristiwa yang dihadapi. Apakah peristiwa itu memiliki kesamaan prinsip yang terdapat dalam esensi umum tadi. Umpanyanya apakah seseorang yang “memancing belut” dapat diberi sanksi, sementara larangan yang tertera di sudut kolam berbunyi “ dilarang memancing ikan”
*      Metode argumentum a contrario
Ini digunakan jika ada ketentuan undang-undang yang mengatr hal tertentu untuk peristiwa tertentu sehingga untuk hal yang lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan sebaliknya
*      Metode Penyempitan Hukum
Misalnya, “perbuatan melawan hukum” dapat dipersempit artinya untuk peristiwa tertentu yang termasuk perbuatan melawan hukum sehingga terapat peristiwa yang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum
*      Fiksi Hukum
Hakikat memahami sesuatu adalah yang disebut filsafat hermeneutik. Hermeneutika atau metode memahami atau metode interpretasi dilakukan terhadap teks secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara teks, konteks, dan kontektualisasi. Memahami sesuatu adalah menginterpretasi sesuatu agar memahaminya.sebab, dalam menerapkan ilmu hukum ketika menghadapi kasus hukum , maka kegiatan interpretasi tidak hanya dilakukan terhadap teks yuridis, tetapi juga terhadap kenyataan yang menyebabkan munculnya masalah hukum itu sendiri.  Titik tolak hermeneutika adalah kehidupan manusiawi dan produk budanyanya, termasuk teks-teks hukum yang dihasilkan olehnya. Tujuan hermeneutika hukum itu adalah untuk menempatkan perdebatan kontenporer tentang penafsiran atau interpretasi hukum didalam kerangka hermeneutika pada umunya.
Kegiatan-kegiatan kenegaraan dan pemerintahan yang tercangkup dalam bidang hukum tata negara dan tata usaha negara atau administrasi negara itu mencangkup kegiatan-kegiatan antarab lain:
v  Legislasi dan pembentukan peraturan perundang-undangan
v  Administrasi yang berkenaan dengan kegiatan pengelolaan informasi dan penyebarluasan informasi hukum
v  Pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum
v  Penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan oleh hukum tersebut
v  Aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasipemerintahan negara
v  Kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari penyelidikan dan penuntutan hukum
v  Penyelenggaraan peradilan sampai ke pengadilan putusan hakim yang bersifat tetap
v  Pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyarakatan terpidana
v  Pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat
Dalam pembagian kekuasaan, terdapat tiga fungsi yaitu;fungsi legislatif, fungsi eksekutif, dan fungsi federatif. John Locke mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakiman (yudisial). Montesquieu lebih melihat pembagian atau pemisahan kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih melihatnya dari segi hubungan ke dalam dan ke luar dengan negara-negara lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsi defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbukti gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah fungsi federatif, sedangkan fungsi yudisial bagi Locke cukup dimasukkan ke dalam kategori fungsi eksekutif, yaitu terkait dengan fungsi pelaksanaan hukum. Namun bagi Montesquieu, fungsi pertahanan (defence) dan hubungan luar negerilah (diplomasi) yang termasuk kedalam fungsi eksekutif sehingga tidak perlu disebut tersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieuadalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Oleh karena itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuatderajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis.pada umunya, para ilmuan politik biasa menggambarkan adanya empat fungsi partai politik.keempat fungsi partai politik itu menurut Meriam Budiardjo, meliputi sarana: komunikasi politik, sosialisasi politik (political socialization), rekruitmen politik (political recruitment), dan pengatur konflik (conflik management).
Kelemahan partai politik menyatakan bahwa organisasi cenderung bersifat oligarkis. Organisasi dan termasuk juga organisasi partai politik, kadang-kadang bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentngan rakyat, tetapi dalam kenyataaannya di lapangan justru berjuang untuk kepentingan pengurusnya sendiri. Untuk mengatasi berbagai potensi buruk partai politik seperti dikemukakan diatas, diperlukan beberapa mekanisme penunjang.
Ø  Mekanisme internal yang menjamin demokratisasi melalui partisipasi anggota partai politik itu sendiri dalam proses pengambilan keputusan
Ø  Mekanisme keterbukaan partai dimana warga masyarakat di luar partai dapat ikut serta berpartisipasi dalam menentukan kebijakan yang hendak diperjuangkan melalui dan oleh partai politik
Ø  Penyelenggaraan negara yang baik dengan makin meningkatnya kualitas pelayanan publik (public services), serta ketrbukaan dan akuntabilitas organisasi kekuasaan dalam kegiatan penyelenggaraan negara
Ø  Berkembangnya pers bebas yang semakin profesional dan mendidik
Mekanisme pewakilan ini dianggap dengan sendirinya efektif untuk maksud menjamin keterwakilan aspirasi atau kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dalam sistem perwakilan, kedudukan dan peranan partai politik dianggap sangat dominan.
3.      Kelebihan : Buku ini merupakan pengantar hukum tata negara yang menjelaskan tentang Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif kita. Penjelasannya sangat komprehensif dari sisi definisi, metode hingga pada pergeseran orientasi yang terjadi dalam corak keilmuan bidang Hukum Tata Negara dalam perkembangannya di Indonesia
4.      Kelemahan : Buku ini terlalu banyak menggunakan bahasa asing yang sebagian besar tanpa arti dan penulis tidak memerhatikan tata cara penulisan karya ilmiah, buktinya terdapat penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai serta adanya huruf yang doubel.
5.       Rekomendasi : Buku ini sangat cocok untuk Mahasiswa Baru yang baru belajar Hukum Tata Negara di Fakultas hukum Unhas. Tidak hanya itu, penjelasannya sangat komprehensif sehingga para pembaca mengetahui apa itu Hukum Tata Negara.




B. RESENSI BUKU II
1. Identitas Buku:
a.    Judul buku : Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia
b.    Pengarang :  Moh. Kusnardi, S.H dan Harmaily Ibrahim, S.H
c.    Penerbit :  pusat studi HTN Fakultas hukum universitas indonesia Cv “ Sinar bakti”
d.   Tempat terbit : Jakarta Selatan
e.    Tahun terbit : 1981
f.     Cetakan : keempat, 1981
g.    Ukuran : 14x 21 cm
h.    Jumlah halaman : 363 halaman
2. Ikhtisar/Rangkuman:
Alasan penggunaan judul “pengantar hukum tata Negara Indonesia”. Didasarkan pada pertimbangan berikut; Hukum Tata Negara Indonesia ( hukum tata Negara Positif) langsung membicarakan masalah-masalah hukum tata Negara yang berlaku pada saat sekarang di Indonesia. Ini berarti bahwa pengaturan hukum tata Negara yang pernah berlaku pada masa yang lampau, bukan merupakan hukum positif, jika peraturan itu pada masa sekarang ini sudah tidak berlaku lagi. Namun demikian peraturan-peraturan itu masih diperlukan sebagai bahan yang penting dalam rangka mempelajari sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Setiap peraturan-peraturan hukum yang berlaku pada hakikatnya mengandung azas-azas tertentu. Azas-azsa itu berakar didalam masyarakat dan selama masyarakat masih menerimanya, maka peraturan hukum itu tetap dipertahankan, demikian pula halnya dengan hukum tata Negara positif; ia berlaku karena ia mencerminkan azas-azas tertentu yang hidup di dalam masyarakat. Azas-azas itu lazimnya sudah tidak dibicarakan lagi secara mendalam sewaktu membahas Hukum Tata Negara positif. Pengantar hukum tata Negara indonesialah yang bertugas menyelidiki azas-azas tersebut sebagai pengantar sebelum mempelajari hukum tata Negara positif.
Pemakaian istilah “Indonesia” dalam pengantar hukum tata Negara Indonesia mengandung maksud jika hukum tata Negara positif, mempunyai arti sebagai hukum tata Negara yang berlaku di inggris, di amerika serikat atau di negeri belanda pada saat ini, maka hukum tata Negara Indonesia berarti hukum tata Negara yang berlaku pada saat ini di Indonesia. Jadi, pengantar hukum tata Negara Indonesia adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki azas-azas dan pengertian tentang hukum tata Negara yang khusus berlaku di Indonesia.
Pengantar Hukum tata negara indonesia hanya akan membahas azas-azas dan pengertian-pengertian dari hukum tata negara yang berlaku di indonesia. Antara azas dan pengertian-pengertian terdapat perbedaan dan hal ini dapat dibuktikan pada beberapa karangan ilmiah yang membicarakan masalah tersebut. Di antaranya adalah salah satu karangan dari Van Vollenhoven mengenai “Vorm en Inhoud vanhet International Recht”,1) yang membedakan vorm sebagai bentuk atau pengertian dari Hukum Internasional dan inhoud sebagai isi atau azas dari Hukum Internasional. Selain Van Vollenhoven, Ter Haar dalam bukunya yang berjudul “Beginselen en Stelse van het Adatrecht”,2) juga hendak menunjukkan perbedaan seperti tersebut diatas. Beginselen van het adatrecht diartikan sebagai azas-azas dari hukum adat, sedangkan Stelsen van het Adatrecht itu diartikan sebagai pengertian dari hukum adat. Juga dalam karangan penulis lain seperti Logemann dalam Hukum Tata Negara telah membedakan kedua pengertian tersebut diatas. Ia menyebut “Formele Stelselmatighed” sebagai pengertian dari Hukum Tata Negara, sedangkan “Materiele  Stelselmatighed”,3) itu sebagai azas-azas dari pada Hukum Tata Negara.
Menurut Hukum Tata Negara seorang warga negara pun mempunyai wewenang dan kewajiban dan peraturan hukum yang mengatur caranya menjalankan wewenang dan kewajiban itu termasuk dalam Hukum administrasi negara. Perbedaan antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu tidak bersifat azasi dan hubungan antara kedua ilmu pengetahuan itu dapat disamakan dengan hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Jika terjadi pemisahan antara kedua hal itu hanya disebabkan karena kebutuhan akan pembagian kerja yang timbul dari cepatnya pertumbuhan hukum Korporatif dari masyarakat hukum teritorial dan juga disebabkan karena perlu dibaginya materi yang diajarkan, sehingga Hukum Tata Negara meliputi susunan, tugas, wewenang, dan cara badan-badan itu menjalankan tugasnya, sedangkan bagian lain yang lebih terperinci itu dimasukkan dalam hukum administrasi negara.
Sumber hukum dalam arti fornil adalah sumber hukum yang di kenal dari bentuknya karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati. Sumber hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Pancaasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia yang kemudian menjadi falsafah negara, merupakan sumber hukum dalam arti materil yang tidak saja menjiwai bahkan harus dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum. Karena itu pancasila, merupakan alat penguji untuk setiap peraturan hukum yang belaku, apakah ia bertentangan atau tidak dengan pancasila, sehingga peraturan hukum yang bertentangan dengan pancasila tidak boleh berlaku.
Dalam praktek ketatanegaraan sering pula terjadi, bahwa suatu konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna, karena salah satu atau beberapa pasal didalamnya ternyata tidak dijalankan lagi, atau oleh karena suatu konstitusi yang berlaku tidak lebih hanya untuk kepentingan suatu golongan atau pribadi dari penguasa saja, tapi sudah barang tentu banyak pula konstitusi yang dijalankan sesuai dengan pasal-pasal yang ditentukan.
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama.
Sifat negara hukum itu ialah dimana alat perlengkapanya hanya dapat bertinfak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk mengadakan aturan itu atau singkatnya disebut prinsip ”rule of law”. Ciri-ciri khas bagi suatu negar hukum:
a.       Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik,hukum,sosial,ekonomi, dan kebudayaan
b.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga.
c.       Legalitas dalam arti segala bentuknya.
Setiap pemilihan umum mempunyai azas-azas yang tertentu.demikian pula pemilihan umum tahun 1995. Dengan demikian azasnya adalah pertama umum yaitu; bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat-syarat yag telah ditentukan berhak untuk ikut memilih dan dipilih. Tidak boleh ada perbedaan antara warga negara. Tidak ada sebagian rakyat yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan/ ditetapkan tidak boleh dipilih atau memilih.
3. kelemahan : pengantar hukum tata negara indonesia belum menyelidiki secara mendalam kaidah-kaidah hukum tata negara positif, walaupun disana sini secara sepintas lalu akan disinggung. Pengantar hukum tata negara indonesia hanya akan membahas azas-azas dan pengertian-pengertian dari hukum tata negara yang berlaku diindonesia. Terdapat huruf yang double dan penggunaan titik koma ynag tidak sesuai.
4. kelebihan : pengantar hukum tata negara indonesia ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembaca.
5. rekomendasi : buku ini sangat cocok untuk mahasiswa Fakultas Hukum Unhas, khususnya bagi mereka yang ingin mengetahui segi-segi hukum dari kehidupan ketatanegaraan indonesia.







C. RESENSI BUKU III
1. Identitas Buku
Judul Buku      : Teori Negara Hukum
Penulis             : Fajlurrahman Jurdi
Penerbit           : Setara Press
Tempat terbit   :Makassar
Cetakan           :Pertama, Agustus 2016
Ukuran            :14x 21 cm
Tebal               :i – xii hingga 1 – 258
2. Ikhtisar/ Rangkuman:
            Satu lagi buku hasil karya Fajlurrahman Jurdi,Judulnya adalah Teori Negara Hukum. Buku ini menceritakan tentang bagaimana sejarah hukum terbentuk dan teori-teori serta pandangan tokoh tentang negara hukum. Buku ini launching pada bulan Agustus 2016. Alumni sekaligus dosen muda Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unhas ini memang terbilang produktifdalam menulis. Dalam bukunya ini, tertuliskan  bahwa “ Sejarah negara hukum, sama tuanya dengan sejarah demokrasi”   kalimat yang terdapat di awal buku ini menandaskan keterkaitan yang amat erat antara hukum dan demokrasi, keduanya saling melengkapi dalam tatanan kenegaraan yang berorientasi pada kedaulatan dan penghormatan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Pembentukan negara hukum dimulai sejak manusia yang dalam pengertian kebertahapan, bergerak dari individu menuju relasi social sehingga hukum dalam makna yang lebih tegas adalah sistem yang dihasilkan dari sebuah kesepakatan-kesepakatan ataupun konsensus-konsensus  yang lazim disebut kontrak social (social contract). Dalam pengertian ini, kekuasaan bersumber dari hukum yakni hasil kesepakatan sosial. Dengan demikian kedaulatan dalam Negara ada pada hukum yang seluruh entitas politik, sosial, dan ekonomi di bawahnya tunduk pada hukum tersebut.
            Dalam hal ini pemerintah pun tunduk pada hukum. Tentu berbeda dari lawannya yaitu kedaulatan berdasar kekuasaan yang terepresentasi dalam sistem pemerintahan monarki di mana raja adalah sumber hukum itu sendiri, selainnya adalah obyek belaka yang harus menaati hukum yang telah diputuskan oleh sang raja. Raja sebagai penguasa adalah pembentuk hukum, dirinya tentu terpisah dari kewajiban yang tertera dalam hukum, karena hukum dibentuk bukan untuk mengatur diri dan negaranyanamun untuk rakyatnya. Namun dalam perkembangannya saat ini, hampir seluruh Negara telah menerapkan konsepsi negara  hukum dengan berbagai varian asas dan bentuknya, walaupun masih terdapat Negara-negara tertentu yang bertahan dengan system kedaulatan berdasarkan kekuasaan (penguasa).
            Dalam mengartikan hukum sebagai asas kedaulatan, terdapat dua tradisi (aliran) dalam konsepsi Negara hukum yaitu konsep Negara hukum rechtsstaat dan konsepsi Negara hukum the rule of law. Dalam konsepsi Negara hukum rechtsstaat penegak hukum dimengerti sebagai penegak hukum yang tertulis dalam undang-undang sesuai dengan paham legisme yaknibahwa hukum identik dengan undang-undang sehingga ada ‘kepastian hukum’. Sementara konsepsi Negara hukum the rule of law, dimengerti bahwa penegakan hukum bukan berarti penegakan hukum tertulis belaka, tetapi yang terpenting adalah penegakan keadilan hukum, sehingga penegakan hukum tidak berarti penegakan hukum yang di tulis. Tradisi Negara hukum rechtsstaat dikenal dengan konsep civil law system sementara Negara hukum the rule of law disebut common law system. 
            Tradisi civil law system mengorientasikan diri bahwa eksistasi hukum adalah kepastian yang di ekspresikan pada kekukuhannya berpegang pada kodifikasi (undang-undang dan peraturan-peraturan tertulis). Karenanya dianggap dapat memberikan kepastian hukum. Sementara, tradisi common law system melihat eksistensi hukum sebagai perwujudan keadilan yang sifatnya lebih luas dari sekedar apa yang tertulis. Tentu saja keduanya memiliki kekurangan dan kelebihannya masing- masing namun tetap saja tak luput dari faktor ideology yang di kembangkan oleh Negara itu. Factor ideology turut mempengaruhi model system kenegaraan, seperti Negara sosialis yang memilki model hukum tersendiri, socialist legal, maupun seperti Negara Indonesia dengan ideology pancasilanya yang dikenal bercorak integralistik. Poin menarik dalam setiap pembincangan konsep adalah pemaknaan filosofis atas eksistansi negera itu sendiri yang hadir di tengah-tangah masyarakat. Secara mainstream dipahami bahwa Negara adalah akumulasi kehendak social manusia yang memiliki insting hidup bersama dalam harmoni keteraturan yang kemudian diwujudkan dengan institusionalisasi aturan-aturan dan kebijakan, institusi tersebut bermakna negara atau (state).
            Bagian pertama,  sejarah Negara hukum yang sebagaimana disebutkan oleh para ahli, pemikirannya dalam konteks Negara kota dalam polish di yunani memiliki ciri khusus, yakni:
1.      Zoon politicon. Setiap warga polish adalah warga yang melek politik, dalam arti peduli soal-soal pengelolaan Negara dan bahkan terlibat langsung dalam penyelenggaraan Negara.
2.      Stad-staat. Warga polish tersusun dalam golongan-golongan stratifikasi: golongan atas, menengah, dan golongan biasa atau bawah.
3.      Status actives. Setiap warga polish aktif memerintah.
4.      Staatshgemeinschaft. Rakyat adalah warga Negara yang wajib memenuhi tugas Negara.
5.      Kultgemeinschaft. Rakyat adalah warga keagamaan yang wajib memenuhi tugas agama;
6.      Encyclopedie (lingkaran pengetahuan). Berbagai macam ilmu yang harus diajarkan pada rakyat agar aktif memerintah secara produktif.
            Mengenai struktur Negara Plato menganggap kelas-kelas Negara terdiri atas para pemimpin, para tentara, dan para pekerja; bentuk-bentuk pemerintahannya: aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani. Namun, berkenaan dengan eksistensi hukum, Plato menjelaskan bahwa filsuf-raja tidak perlu tunduk kepada hukum hanya digunakan untuk masyarakat yang dipimpinya. Plato meyakini bahwa seorang pemimpin, yang dalam hal ini adalah filsuf-raja merupakan orang yang benar-benar cerdas daan tahu bagaimana mengendalikan dirinya untuk memimpin masyarakat demi mewujudkan sebuah negara yang ideal. Jika sudah ditentukan, maka filsuf-raja dapat membuat hukum dan undang-undang sesuai dengan kebutuhan. Maka dari itu, plato berpendapat bahwa hukum tidaklah mutlak, tetapi dapaat berubah sesuai dengaan kebutuhan. Plato mengatakan bahwa: “hukum bukan semata-mata untuk menjaga ketertiban saja, melainkan sebagai obat untuk menyembuhkan kejahatan manusia”.
            Dalam kebudayaan Yunani, istilah konstitusi berhububungan erat dengan ucapan respublica Constituere yang melahirkan semboyan, Prinsip Legibus Solutus Est, Salus Publica Suprema Lex, yang artinya “ rajalah yang berhak menentukan struktur organisasi negara karena dialah satu-Satunya pembuat undang-undang”.
            Ilmu negara hukum milik Plato bebicara soal kesusilaan.Menurut Plato :“Ada lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat-sifat tertentu dari jiwa manusia. Bentuk-bentuk negara itu tidak dapat hidup kekal karena dasar-dasar prinsipil tentang adanya yang dijalankan sejauh-jaunya mengubah kesehatannya menjadi sakit dan itu membunuhnya. Di puncak sekali adalah aristokrasi. Disitulah para cendekia memerintah sesuai dengan pikiran keadilan. Tetapi, kemerosotan mengubahnya menjadi timokrasi, golongan yang memerintah itu lebih ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan dibanding dengan keadilan. Timokrasi menjadi oligaki karena kekuasaaan yang diberikan pada golongan hartawan, sehingga muncullah milik partikelir yang menyebabkan kekuasaan pemerintah jatuh kedalam tangan golongan hartawan”.
            Sementara itu menurut aristoteles negara sebagai ciptaan alam karena manusia yang hidup sendiri tidak dapat mencukupi dirinya sendiri, dan dengan demikian harus dianggap sebagai suatu bagian dalam erat hubugan dengan keseluruhan. Aristoteles menganggap monarki, aristokrasi, dan politeia sebagai bentuk pemerintahan yang terbaik. Bentuk-bentuknya merosot adalah tirani, oligarki, dan demokrasi. Menurut aristoteles; kecenderungan alamiah dari manusia adalah ia membentuk kelompok, bertindak dalam kelompok, dan bertindak sebagai kelompok. Maksud (tujuan- sasaran) politik sama dengan tujuan etika dan sama dengan tujuan kehidupan manusia pada umumnya.
            Lebih lanjut untuk mengefektifkan kelembagaan kenegaraan, Plato membagi penduduk dalam tiga golongan : golongan bawah (golongan rakyat jelata yang merupakan petani, tukang dan saudagar), golongan menengah (penjaga atau pembaantu dalam urusan negara), golongan atas (kelas pemerintah atau filosof).
            Bagian kedua, dalam teori negara hukum, hukum ibarat rumah virtual untuk hidup bersama. Di satu sisi, ia diciptakan untuk melindungi , tetapi di sisi lain menggendong resiko membatasi, persis seperti tembok-tembok yang menjadi tembok rumah maupun tembok penyekat dalam rumah.
            Hukum adalah alat bantu personal yang diciptakan untuk mengatur ketertiban kebersamaan yang ada. Di sini hukum menjadi alat bantu sosial. Karena hukum adalah alat bantu sosial, maka menekankan posisi hukum sebagai instrumen negara adalah merupakan upaya agar hukum sebagai instrumen memiliki kekuatan legitimasi. Negara hukum (state of law) bertugas untuk menciptakan kemajuan sosial bagi masyarakatnya. Dengan hukum sebagai instrumennya. Maka rekayasa sosial (a tool of social engginering) diciptakan untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Sebab itulah, keberadaan hukum sebagai bangunan dasar untuk mengintergrasikan kelompok-kelompok sosial masyarakat ( social groups) menjadi tak terhindarkan. Jadi, negara memiliki instrumen hukum (law instrument) sebagai pengatur juga sebagai perekayasa sosial. Sehingga, kewajiban inilah yang menyebabkan negara harus memberi hukuman kepada yang melanggar instrumen negara. Dengan demikian, inilah yang menjadi salah satu ciri terpenting negara hukum.
            Plato mengajukan hukum sebagai kerangka dasar untuk mengatur kehidupan umat manusia, dan dengan hukum itulah dasar-dasar negara sebagai basis awal sejarah demokrasi diperkenalkan. Plato melihat bahwa kepentingan banyak orang harus ditempatkan diatas seluruh kepentingan pribadi dan golongan.
            Perbedaan yang menonjol antara konsep rechstaat dan rule of law ialah pada konsep pertama peradilan administrasi negara merupakan suatu sarana peting dan sekaligus pula ciri yang menonjol pada rechstaat itu sendiri. Ciri-ciri yang menonjol pada konsep rule of law ditegakkannya hukum yang adil dan tepat (just law). Karena semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. Maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara termasuk perbuatan hukum oleh pemerintah.
            Menurut robert maclver, inti negaraa hukum adalah sebagai alat pemaksa mereka sendiri mematuhi peratutan-peraturan agar tercapai keinginan bersama.  Dengan demikian, untuk membatasi kekuasaan pemerintahan, seluruh kekuasaan di dalam negara haruslah dipisah dan dibagi kedalam kekuasaan yang mengenai bidang tertentu.
            Negara hukum profetik, bisa juga diartikan negara islam yang memiliki keterkaitan dengan setting historis masyarakat Madinah pada masa Rasulullah Muhammad SAW hidup. Disinilah pentingnya, bahwa sejarah kenabian beserta konstruksi negara yang dibangun di masa lalu kemastian untuk direkonstruksi dimasa kini. Masa dimana kekuatan politik ekonomi dan kultural melingkar dalam proses demokrasi. Salah satu elemen penting yang menjadi rujukan Hukum Profetik, adalah konsepsi dan bangunan Negara Hukum di Madinah, yakni negara yang dibentuk dan ditata dengan hukum ketuhanan yang diatur dibawah kepemimpinan kenabian. Piagam madinah merupakan pedoman yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat yang diatur dengan prinsip-prinsip islam. Piagam Madinah inilah yang menjadi bagian penting dari pembentukan Hukum Profetik.
            Rechtsstaat, menurut Wignjosoebroto menegaskan bahwa “sesungguhnya konsep ‘rechtsstaat’ atau ‘negara hukum’ ini adalah konsep yang datang dan berasal dari luar wilayah peradaban pribumi. Dengan katalain, secara prinsip konsep rechtsstaat adalah “pembatasan kekuasaan”.
            Common law, menurut sistem hukum Anglo Saxon adalah merupakan salah satu perangkat penting dalam upaya mendorong pemerintahan yang demokratis, sekaligus menghindari totalitarianisme. Disinilah hukum bekerja dan ditegakkan, yaitu untuk menghindari totalitarianisme menyusup kedalam sistem pemerintahan.
            Socialist legality, kata sosialis ketika digunakan dalam hubungannya dengan hukum mengandung banyak arti berbeda diantara para ahli hukum. Tradisi hukum sosialis bukan terutama didasarkan pada peranan peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi, melainkan pada dasar kebijaksanaan ekonomi dan sosial.
            Negara hukum integralistik, dalam hal ini soepomo menolak perspektif individualis eropa barat karena menghasilkan imperialisme dan sistem eksploitasi; perspektif kelas padaa kodiktatoran proletariat juga dibuang karena meskipun dengan kondisi khas di Uni soviet, perspektif ini bertentangan dengan sifat asli masyarakat indonesia. Ada 3 teori negara menurut soepomo, yakni: pertama, negara terdiri atas dasar teori perseorangan, teori individualistis. Kedua, negara ialah golongan . ketiga, teori integralistik.
            Negara hukum pancasila, bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara pancasila sebagai ideologi nasional (weltanschauung); asas kerohanian negara dan jati diri bangsa. Menurut Mahfud, sebagai cita hukum, pancasila menjadi bingkai bagi sistem hukum dalam negara hukum pancasila, sebagai sistem khas indonesia.
            Negara hukum postmodern, istilah pasca modern atau post modern adaalah merupakan istilah yang digunakan untuk melakukan kritik terhadap praktik-praktik modernitas. Kritik terhadap postmodern adalah merupakan kilas balik dari beberapa penjaga proyek modernitas.
            Negara hukum pascakolonial, istilah negara hukm pascakolonial adalah untuk menemukan suatu kajian baru bagi negara yang pernah mengalami penjajahan. Ini bisa dilihat dalam beberapa bangunan dasar hukum kita, seperti: kitab UU hukum pidana, kitab UU hukum perdata, sebagian hukum agraria, hukum adat yang dikonstruksi oleh Snouck Hurgronje.
            Padangan tokoh tentang negara hukum, menurut NiccoloMachiavelli, ia melihat negara berada dalam dua kutub, yakni kekuasaan dan anarki. Anarki adalah tindakan melawan hukum atau aturan. Oleh karena itu, tugas seseorang memegang kekuasaan untuk mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaannya. Oleh sebab itu, seorang pengasah diperkenankan berbuat apa saja selama untuk melanggengkan kekuasaannya. Sehingga, politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Yang diperhitungkan adalah kesuksesan, sehingga tidak ada lagi perhatian terhadap moral didalam urusan politik.
            Menurut Thomas Hobbes, setiap individu mengatakan kepada individu lainnya bahwa, “I authorise and give up may right of governing may self, to this man, or to this assembely of man, on this condition, that thou give up they right to him and authorise allhis actions in like manner”. Dengan kata seperti itu terbentuklah negara yang dianggap dapat mengakhiri anarki yang menimpa individu dalam keadaan alamiah. Menurut John Locke, konsep Locke adalah tahap keadaan alamiah, tahap keadaan perang, tahap terbentuknya negara.
            Menurut Baron de Montesquieu, suatu pemerintahan yang moderat bisa mengendorkan roda penggeraknya kapan saja ia menghendakinya dan tanpa merasakan bahaya apapun. Pemerintahan seperti itu mengukuhkan dirinya dengan hukum dan kekuatannya sendiri.
            Menurut Jean-Jacques Rousseau, selama manusia tidak dapat melahirkan sebuah kekuatan baru dan hanya menyatukan kekuatan yang sudah ada, mereka tidak akan memiliki cara lain untuk mempetahankan diri, selain formasi yang sudah ada, yakni dengan satu agregasi yang merupakan tambahan kekuatan yang cukup besar untuk mengatasi masalah pertahanan diri mereka. Konsep Rousseau tentang perlunya kekuasaan distribusikan, meskipun masih ambigu dan samar merupakan upaya agar kekuasaan dibatasi yang merupakan konsep negara hukum yang lahir dari sosial kontrak. Itulah sebabnya Rosseau menempati posisi penting dalam “ pemikiran negara hukum” yang berangkat dari abad pencerahan.
            Menurut Robert Morrison Maciver, ia membagi kekuasaan dalam berbagai tingkatan, yaitu: kehendak umum, pemegang kekuatan yang tertinggi, pemegang kedaulatan dalam lapangan legislatif,atau lebih tegas, pemerintah. Karena itu, Maclver bersandar pada negara hukum demokrasi yang diatur oleh konstitusi. Pandangan-pandangan Maclver cukup memperkuat eksistensi negara hukum karena ia menghendaki eksistensi pengadilan sebagai instrumen yang menegakkan hukum.
            Menurut Hans Kelsen, ia memandang hukum dari tatanan hukum positif, karena “wujud empirik dari hukum positif menurut Kelsen adalah tatanan hukum nasional yang satu sama lain dihubungkan dengan tatanan hukum internasional”.
            Menurut Gouw Giok Siong, dalam negara hukum yang mengakui hak kebebasan agama, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berkumpul dan melakukan rapat kita saksikan adanya hak-hak dari perseorangan terhadap negara. Pemerintahan umpamanya tidak dapat memaksakan sesuatu waarganya untuk memeluk sesuaatu agama yang tertentu. Pemerintah tidak dapat mencampuri dalam hal pemilihan agama.
            Menurut Jurgen Habermas, di dalam kerangka hukum konstitusional dan ilmu politik, analisis mengenai norma-norma konstitusional yang berkenan dengan realitas konstitusional mayoritas negara demokratis yang menjalankan hak-hak sosial terpaksa, harus tetap menggunakan opini publik sebagai fiksi yang terlembagakan tanpa pernah sanggup membongkarnya secara langsung sebagai entitas yang rill dalam tingkah laku publik kewargaan.
            Menurut Michel Foucault, ia menunjukka bahwa kekuasaan dikembangkan dengan disiplin dan menghukum (Disciplin and Punish). Foucault mengatakan bahwa, kuasa kepada orang lain adalah tindakan untuk mengganggu mereka. Foucault tidak menginginkan kekerasan, tetapi dia menghendaki kekuasaan sebagai presupposes kebebasan, dalam arti kekuasaan untuk menegakkan kedisiplinan dan menghukum yang melanggar kedisiplinan dan menghukum yang melanggar kedisiplinan itu.
            Menurut Jimly Asshiddiqie, ia mengemukakan bahwa “ ada dua belas prinsip pokok negara hukum (rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Kedua belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara hukum modern”. Adapun kedua belas prinsip pokok tersebut, yaitu: supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, rsifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara, dan transparansi dan kontrol sosial.
            Dengan dari ilmuan sosial dari dalam dan luar negeri, penulis mampu menyajikan bahasan gerakan sosial secara komprehensif. Tulisan dalam buku inijuga dibahas secara terstruktur dan mengalir. Uraian teorinya sangat relevan, maka tidak heran pembaca dari latar belakang keilmuan apapun tak akan kesulitan memahami uraian penulis.
3.      Kelebihan : Buku ini langsung berdasarkan teori tentang Ilmu Negara dan di dalam buku ini terdapat pemikiran-pemikiran tokoh secara spesifik dan tersendiri.
4.      Kelemahan : Buku ini  penjelasannya secara konsep tentang Negara Hukum kurang detail dan susah untuk dipahami oleh pembaca.
5.      Rekomendasi : Buku ini cocok untuk Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas yang ingin melanjutkan dan lebih mendalami tentang Negara Hukum.

















DAFTAR PUSTAKA
1.    Asshiddiqie, jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers
2.    Kusnardi, moh. Ibrahim, harmaily. 1981. Pengantar hukum tata negara indonesia. Jakarta selatan: studi HTN fakultas hukum universitas indonesia “cv sinar bakti”.
3.    Jurdi, fajlurrahman. 2016. teori negara hukum: setara press.